Selasa, 07 Juni 2011

Katak Terkecil Asia Ditemukan Hidup di Dalam Tumbuhan Karnivora di Borne

indonesia.mongabay.com
Diterjemahkan oleh Indie Banget
September 04, 2010





Satu dari katak terkecil di dunia ditemukan hidup di dalam tumbuhan kantong semar di Borneo, menurut laporan Conservation International, kelompok konservasi yang bersama dengan IUCN sedang mendukung kampanye untuk mencari beberapa "amfibi yang hilang" di dunia.

Spesies ini, dituliskan dalam Zootaxa oleh Indraneil Das dan Alexander Haas dari Institut Keragaman Hayati dan Konservasi Lingkungan di Universiti Malaysia Sarawak dan Biozentrum Grindel und Zoologisches Museum Hamburg, dinamakan Microhyla nepenthicola sesuai dengan nama tanaman di mana katak itu ditemukan, Nepenthes ampullaria, spesies tumbuhan kantong semar dari Borneo Malaysia. Banyak dari spesies tumbuhan kantong semar ini karnivora, bergantung pada serangga yang tertangkap untuk memberikan nutrisi, bila tidak mereka tidak dapat hidup di tanah yang buruk dan asam di mana bereka biasa tumbuh. Nepenthes ampullaria menggantinya dengan membusukkan zat-zat organik yang ia kumpulkan di kantongnya.



Spesies baru katak mini ditemukan di Borneo. Microhyla nepenthicola, tampak di sini di ujung pensil, ukurannya sebesar kacang polong.© Indraneil Das/ Institut Keragaman Hayati dan Konservasi Lingkungan


A freshly metamorphosed (averaging 3.5mm) Microhyla nepenthicola sp. nov. di uang koin. Katak terkecil dari Dunia Lama dan salah satu dari yang terkecil di dunia ditemukan di padang rumput Borneo. © Indraneil Das/ Institut Keragaman Hayati dan Konservasi Lingkungan


Habitat mikro dari spesies katak mini Microhyla nepenthicola yang baru ditemukan, menunjukkan bagian dari tumbuhan yang digunakan oleh katak tersebut untuk berkembang biak. © Alexander Haas
Microhyla nepenthicola hidup di dalam dan sekitar Nepenthes ampullaria. Katak tersebut menyimpat telurnya di bagian samping kantongnya. Ketika menetas, anak-anak kataknya tumbuh dalam cairan yang terkumpul dalam rongga penjebak serangga tumbuhan tersebut.

Katak baru ini dinamakan microhylid, famili dari katak dengan panjang kurang dari 15 milimeter. Katak jantan dewasa dari spesies baru ini berukuran sekitar 10,6 hingga 12,8 mm atau "seukuran kacang polong", menurut Conservation International (CI), yang mencatat bahwa sampai sekarang ini adalah katak terkecil yang ditemukan di Asia, Afrika atau Eropa.

Habitat yang suram dan berukuran kecil dari katak ini telah membuatnya tidak dikenal oleh sains hingga saat ini, meski koleksi museum memuat spesimen yang tidak dikenal sebagai spesies baru.

"Saya melihat beberapa spesimen di koleksi museum yang usianya lebih dari 100 tahun. Ilmuwan mungkin saja mengira bahwa mereka anak dari spesies lain, namun ternyate mereka merupakan katak dewasa dari spesies mikro yang baru ditemukan ini," ucap Das dalam sebuah pernyataan.

Peneliti menemukan katak itu dengan mengikuti suaranya.

"Nyanyiannya biasanya mulai saat senja, dengan para pejantan berkumpul di dalam dan sekitar kantong tanaman," menurut pernyataan CI dalam sebuah email. "Mereka bersuara dalam rentetan nada yang kasar dan serak yang berlangsung selama beberapa menit dengan interval sunyi yang singkat. 'Simfoni amfibi' ini berlangsung sejak matahari tenggelam hingga puncaknya di jam-jam awal sore."

Penemuan ini muncul saat Kelompok Spesialis Amfibi CI dan IUCN sedang bersiap-siap meluncurkan usaha untuk "menemukan kembali" 100 spesies amfibi yang "hilang" - spesies yang saat ini dianggap "berpotensi punah" namun mungkin saja muncul keberadaannya di bagian-bagian terpencil di dunia. Kampanye amfibi yang "hilang" ini akan dilacak di conservation.org/lostfrogs.


Microhyla nepenthicola remaja, katak terkecil di Dunia Lama dan yang terkecil di dunia, di alat pengukur. Katak jantan dari spesies yang baru ditemukan ini ukurannya berkisar 10,6 dan 12,8 mm. © Indraneil Das/ Institut Keragaman Hayati dan Konservasi Lingkungan





Spesies katak mini yang baru ditemukan (Microhyla nepenthicola) duduk di bibir tumbuhan kantong semar. © Indraneil Das/ Institut Keragaman Hayati dan Konservasi Lingkungan
Indraneil Das memimpin tim yang akan mencari Sambas Stream Toad (Ansonia latidisca) di Indonesia dan Malaysia di bulan September sebagai bagian dari inisiatif. Katak ini terakhir terlihat di tahun 1950 dan dipercaya merupakan korban dari meningkatnya pengendapan sungai akibat penebangan.

Kampanye ini bertujuan untuk menunjukkan buruknya keadaan amfibi, yang menurun di seluruh dunia. Perubahan iklim, meningkatnya penggunaan pestisida, perusakan habitat, pengumpulan yang tidak bertanggungjawab untuk perdagangan hewan peliharaan, spesies yang diperkenalkan, dan munculnya penyakit dipercaya sebagai penyebab utama dari punahnya hampir 200 spesies katak, salamander, dan kadal sejak 1980-an. Paling tidak sepertiga dari 6.000+ spesies amfibi dunia yang diketahui terklasifikasikan sebagai terancam punah.


Artikel ini salah mengdeskripsikan Nepenthes ampullaria sebagai tumbuhan kantong semar karnivora. Kenyataannya, ini adalah tanaman detritivorous. Mongabay menyesalkan kesalahan ini.

Update 2: Mongabay telah diinformasikan bahwa Nepenthes ampullaria ini paling tidak sebagian karnivora seperti yang dituliskan awalnya. Pembaca Jonathan Moran mencatat: "Sementara N. ampullaria, secara teknis, merupakan detrivora dan karnivora - sekitar 35% nitrogennya diambil dari dedaunan yang jatuh; keseimbangannya kemungkinannya didapat dari mangsa tangkapan (mereka menangkap serangga, kebanyakan semut, tapi sangat lambat), dan kemungkinan serapan akar."









Tidak ada komentar:

Posting Komentar